iz-zy-140216

© Iz Zy

Maclean baru saja mengambil tempat di depan tungku perapian begitu layar ponselnya menyala. Tidak ada yang benar-benar ingin dilakukannya pagi ini, tidak dengan sekop pengeruk salju, atau sekedar secangkir olahan biji wattle yang rutin dibuat Mom akhir-akhir ini. Urusan salju yang menembal di pekarangan, biar mencair dengan sendirinya. Toh, minggu ini ia tidak berniat pergi keluar. Cukup satu hari penuh dengan sofa usang yang sebagian pernya mencuat keluar, selimut tebal pemberian nenek tujuh tahun lalu, dan lamunannya.

Baru pukul dua dini hari, Mom keluar dari kamarnya dengan gerutuan malas. Katanya, “Mau melamun sampai musim habis?”

Dugaan Mac ternyata salah. Mom yang semula dipikirnya akan kembali ke tempat tidur setelah menyeduh Arabica, rupanya memilih untuk mengganti saluran televisi berkali-kali. Mungkin Mac tidak tahu kalau Mom hanya berusaha mencuri atensinya. Dan, Mom hampir lagi-lagi mengomel begitu tahu Mac tidak benar-benar memberikannya reaksi. Alasan tidak tidur dua hari belakangan ini sekiranya bisa Mac beberkan seandainya Mom menuntut keterangan.

Minggu depan saat habis musim, ia memutuskan untuk pergi ke dokter mata. Ada yang salah dengannya. Lingkaran bawah mata kian menghitam, tapi kantuknya tak juga datang. Kalau saja Mac bukan jenis orang yang senang pukul sana sini saat marah, orang-orang berani dengan mudahnya memberikan usulan untuk mengganti agendanya dengan berkunjung ke dokter jiwa.

Tiga jam berlalu, bahkan Mom sudah kembali mendengkur tapi Mac belum merasakan sesuatu yang membuat matanya berat dan tumbang. Obat tidurnya ia habiskan setiap dua jam dan tetap saja tidak ada yang berubah. Ia mengurungkan niatnya tatkala satu pikiran menguar untuk menambah dosis berlipat-lipat dari anjuran. Yang Mac inginkan hanya tidur, bukan mati.

Biasanya, untuk mendapatkan kantuk Mac akan membuka instagram dan mengekspor jelajahnya. Tapi semakin lama, yang ia dapatkan hanya postingan berbau pornografi dan membuatnya semakin bangun.

Sampai akhirnya, layar ponsel Mac menampilkan satu notifikasi pesan video. Mantan pacarnya, Alena Thompson, baru saja mengirimi Mac video erotis dengan pacar barunya. Barangkali perempuan itu sekedar bermaksud memanas-manasi Mac yang memilih mengakhiri hubungan tempo hari. Begitu habis durasi, ia menemukan Tuan Thompson yang sedang aktif di messangernya. Ide gilanya muncul saat itu juga, membuat senyum kesetanannya terpatri jelas. Berselang satu menit, jemari Mac sudah menekan tombol send untuk satu video yang dikirimi Alena. Tuan Thompson pasti membukanya, kan? Semoga saja.

Ah, ini membuat Mac menguap untuk yang pertama kali.

fin

3 thoughts on “Rifiutò Selvatico

  1. Anjir anjir anjiiiir *ketawa epil*
    Mampus ae tuh si alena xD digorok babehnya tau rasa 😂😂😂😂😂😂😂😂
    *ini edisi susah tidur juga, lalu iseng buka cerita ini dan… Happy ending (maybe) 😂😂😂😂😂😂
    Nais fic, Der 😉

    Liked by 1 person

    1. sebenernya plot ini kuambil dari postingannya 9gag karena ketersediaan ideku yang terbatas setelah setahun penuh vacum dari dunia hiburan huhu. dan setelah liat postingannya, lampu diatas kepala langsung ‘triiingggggg’ hahahahahahaha. aslinya, aku kasian sama ceweknya. niat bikin jileus malah senjata makan dia. dari sini amanat yang dapat kita petik bahwa ‘jangan pernah balikan sama mantan’. (kok?)

      have a nice day! 💓

      Liked by 1 person

      1. habis hiatus aja ceritanya keren begini yha :”””) salut lah, der :”””)

        kalo aku kelamaan hiatus, yang ada, aku malah nggak ngenalin tulisan aku sendiri. beda banget pas zamannya belum masuk hiatus x(
        itu amanat macam apa yalord xD eh tapi kalo balikan sama mantan yang mukanya mirip bias gimana tuh? wkwk xD

        Like

Leave a comment